LAPORAN
PENELITIAN
KEBERADAAN
KERAJAAN KENDAN NAGREG
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Penelitian Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Zainudin Ali Arsyad
41032121141069
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengaruhnya pergeseran zaman mempunyai dampak besar terhadap nilai-nilai
kebudayaan bagi manusia yang hidup di zaman sekarang. Terkait dampak tersebut,
masa lalu merupakan sejarah dan mitos apabila terdapat suatu kejadian yang unik
dan sakral pada cerita tersebut. Contoh kasusnya adalah cerita keberadaan
kerajaan kendan nagreg.
Kerajaan Kendan merupakan sebuah kerajaan kecil yang bersifat
keagamaan. Nama Kendan diambil dari nama sebuah bukit berjarak sekitar 500
meter dari stasiun Nagreg, sebelah tenggara Cicalengka sekarang. Pada kaki bukit tersebut, terdapat sebuah
kampung bernama Kendan (wilayah Desa Citaman, Kecamatan Cicalengka sekarang).
Di daerah itulah lokasi kerajaan ini berdiri.
Anehnya, warga setempat lebih mengenal nama wilayah tersebut
sebagai wilayah Kerajaan Kelang dibandingkan dengan Kendan.
Kendan, menurut masyarakat setempat adalah ibu kota pusat
pemerintahan dari Kerajaan Kelang
Sejarah keberadaan kerajaan kendan adalah suatu mitos yang sekarang
menjadi kepercayaan bagi masyarakat nagreg bandung.
Pada awalnya cerita mengenai
keberadaan kendan diawali dari pendapat seseorang lalu disampaikan dari mulut
ke mulut hingga diketahui oleh seluruh masyarakat.
Munculnya berita mengenai keberadaan kerajaan kendan tersebut terdapat
adanya penemuan beberapa hal yang diduga bahwa hal tersebut merupakan
peninggalan kerajaan kendan yang sampai saat ini masih dipercayai keberadaan
dan sakralnya barang peninggalan kerajaan kendan tersebut seperti Ditemukannya Arca Manik, Arca Durga, Pusaka Naga
Sastra, Candi Cangkuang, Makam
Keramat Sanghyang Anjungan, Pecahan logam Mahkota, Naskah berbahasa Sansekerta,
Batu Cadas Pangeran, Baleeh Gedeh dan Baleeh Bubut.
Mitos mengenai keberadaan kerajaan tersebut
menjadi suatu kepepercayaan sampai saat ini bagi masyarakat yang hidup khususnya
di wilayah nagreg bandung dan umumnya wilayah jawa barat.
B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui sejarah adanya kerajaan kendan nagreg
2.
Mengetahui awal munculnya berita tentang keberadaan kendan
nagreg
3.
Mengetahhui proses penyebaran mengenai keberadaan kerajaan
kendan negreg secara bahasa lisan
4.
Mengetahui apa saja penemuan terhadap peninggalan kerajaan
kendan nagreg sebagai bukti keberadan kerajaan tersebut.
5.
Memberikan pemahaman baru mengenai kerajaan kendan
6.
Memperkaya pengetahuan mengenai kebudayaan
7.
Mengapresiasi dan menghargai sejarah kerajaan khususnya
kerajaan kendan
C. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah adanya kerajaan kendan nagreg
2. Bagaimana awal munculnya berita tentang keberadaan kendan nagreg
3. Bagaimanakah proses penyebaran mengenai keberadaan kerajaan kendan
negreg secara bahasa lisan
4. Penemuan terhadap peninggalan kerajaan kendan nagreg sebagai bukti
keberadan kerajaan tersebut.
D. BATASAN MASALAH PENELITIAN
Agar tidak terjadi suatu kesalahpahaman dan memberikan batasan
ruang lingkup, maka penegasan batasan masalah sangat penting. Penegasan batasan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan kerajaan kendan
2. Melelusuri mitos kebahasaan secara lisan tentang keberadaan
kerajaan kendan nagreg
BAB II
KAJIAN TEORI
1. SEJARAH KERAJAAN KENDAN ATAU KELANG NAGREG (536–612)
Kerajaan Kendan merupakan sebuah kerajaan yang memerdekakan dirinya
dari Kerajaan Tarumanagara, kerajaan tertua di Nusantara, di abad ke-6 M.
Kerajaan Kendan dipimpin oleh seorang raja, Resiguru Manikmaya, yang berasal
dari keluarga Calankayana di India Selatan. Resiguru Manikmaya membawa dan
menyebarkan ajaran Hindu di Jawa, dan atas pengabdiannya di Kerajaan
Tarumanagara. Resiguru Manikmaya dinikahkan dengan Tirta Kancana (anak dari
Raja Tarumanagara pada saat itu) dan diberikan kekuasaan di daerah yang menjadi
wilayah Kerajaan Kendan.
Masa kejayaan Kerajaan Tarumanagara yang berdiri selama 311 tahun,
pada kekuasaan di tahun ke 178 atau pada tahun 536 Masehi, berdirilah Kerajaan
Kendan yang hanya bertahan selama 76 tahun (536–612) dan memiliki wilayah yang
kecil.
Resiguru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang Rajaresi di daerah
Kendan. Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa
mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang
Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat.
Isi surat dari Maharaja
Suryawarman, raja Tarumanagara tersebut adalah: Keberadaan Rajaresi Manikmaya
di Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan
mesti dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana
ulung, yang telah banyak berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menolak
Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan
dihapuskan.
Wilayah kecil dari Kerajaan Kendan, yang masih dibawah kekuasaan
Tarumanagara berada di suatu wilayah perbukitan Nagreg yang pada saat ini tersebut berada di Kabupaten Bandung daerah
tenggara.
Dari perkawinannya dengan Tirtakancana, Sang Resiguru Manikmaya
Raja Kendan memerintah di Kerajaan Kendan selama 32 tahun (536-568 Masehi). Ia
memperoleh keturunan beberapa orang putra dan putri. Salah seorang di antaranya
bernama Rajaputera Suraliman. Dalam usia 20 tahun, Sang Suraliman dikenal
tampan dan mahir ilmu perang.
Setelah Resiguru Manikmaya wafat, Sang Baladika Suraliman menjadi
raja menggantikan ayahnya menjadi Raja bergelar Senapati Kendan, kemudian diangkat
pula menjadi Panglima Balatentara (Baladika) Tarumanagara.
Sang Suraliman terkenal selalu unggul dalam perang dan menikahi
putri Bakulapura dari Kerajaan Kutai Kalimantan dari keturunan Kudungga yang
bernama Dewi Mutyasari kemudian mempunyai seorang putra dan seorang putri.
Anak sulungnya yang laki-laki diberi nama Sang Kandiawan. Adiknya
diberi nama Sang Kandiawati. Sang Kandiawan disebut juga Rajaresi Dewaraja atau
Sang Layuwatang, sedangkan Sang Kandiawati, bersuamikan seorang saudagar dari
Pulau Sumatra, dan tinggal bersama suaminya.
Candi Cangkuang, salah satu warisan dari Kerajaan Kendan hingga
Kerajaan Sunda-Galuh.
Sang Suraliman menjadi raja Kendan selama 29 tahun (tahun 568-597
M).
Kemudian ia digantikan oleh anaknya Sang Kandiawan yang ketika itu
telah menjadi raja di daerah di Medang Jati atau Medang Gana. Oleh karena itu,
Sang Kandiawan diberi gelar Rahiyangta ri Medang Jati.
Setelah Sang Kandiawan menggantikan ayahnya menjadi penguasa
Kendan, ia tidak berkedudukan di Kendan, melainkan di Medang Jati (Kemungkinan
di wilayah Cangkuang, Garut).
Penyebabnya adalah karena Sang Kandiawan pemeluk agama Hindu Wisnu.
Sedangkan wilayah Kendan, pemeluk agama Hindu Siwa. Boleh jadi, temuan fondasi
candi di Bojong Menje oleh Balai Arkeologi Bandung terkait dengan keagamaan
masa silam di Kendan.
2. SASTRA LISAN
Sastra lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri
sebagai karya sastra pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan
drama lisan. Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan
(oral tradition) atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral
culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun
yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina,
1985: 27-28).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra
lisan itu sekumpulan karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan
dengan cara lisan, atau sekumpulan karya sastra yang bersifat dilisankan yang
memuat hal-hal yang berbentuk kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun
sesuai ranah kesusasteraan yang dilahirkan dan disebarluaskan secara turun
temurun, sesuai kadar estetikanya.
3. TEORI
3.1 SEMIOTIKA
Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang
berarti tanda. Dalam pandangan Piliang,
penjelajahan semiotika sebagai metode kajian kedalam pelbagai cabang keilmuan,
ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana
sosial sebagai fenomena bahasa”. Dengan kata lain, bahasa dapat dijadikan dasar
dalam beragam wacana sosial. “Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh
praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga
dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda
itu sendiri” (Piliang,1998:262).
Dapat
dikatakan pula semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda,
berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda merupakan sesuatu yang bagi
seseorang berarti sesuatu yang lain. “Segala sesuatu yang dapat diamati atau
dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada
benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam
sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda
3.2 SEMIOTIKA MENURUT ROLAND BARTHES (1960 – 1970
)
Menurut Bertens dalam Sobur (2006:63), “Sosok
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat
mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussure”. Barthes berpendapat
bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes kemudian menciptakan
lima kode yang ditinjaunya yakni:
a.
Kode hermeneutik, yakni kode teka-teki berkisar pada harapan
pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.
b.
Kode semik, yakni kode konotatif banyak menawarkan banyak
sisi.
c.
Kode simbolik, yakni didasarkan pada gagasan bahwa makna
berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi
menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi
psikoseksual yang melalui proses.
d.
Kode proaretik, yakni kode tindakan atau lakuan dianggapnya
sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang.
e.
Kode gnomik, yakni banyaknya jumlah kode kultural (Lecthe
dalam Sobur, 2001:196).
Barthes
kemudian membangun sistem kedua yang disebut dengan konotatif, yang didalam
Mytologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem tataran
pertama. Kemudian barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja
(Cobley & Janzs, 1999).
Sumber:
Paul Cobley & Litza Jansz.1999 dalam Sobur (2006:69)
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda
denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain,
hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika mengenal tanda “singa”,
barulah muncul konotasi harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin
(Cobley dan Jansz dalam Sobur).
Pada peta tanda Roland Barthes tersebut diatas
dapat diuraikan secara lebih sederhana bahwa munculnya sebuah makna denotasi
tidak terlepas dari adanya sebuah penanda dan juga petanda. Namun tanda
denotasi juga dapat membuat persepsi
kepada sebuah penanda konotasi. Tetapi jika dapat mengenal adanya bentuk seperti “bunga
mawar” . maka persepsi petanda konotasi yang akan muncul dari bunga mawar
adalah cinta, romantis, dan kelembutan.
Itu karena sudah adanya kesepakatan pada sebagian masyarakat tertntu.
4. MITOS
Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang
harus diyakinii kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan. Mitos bukan konsep
atau ide tertapi merupakan suatu cara pemberian arti. Secara etimologis, mitos
merupakan suatu jenis tuturan, tentunya bukan sembarang tuturan. Suatu hal yang
harus diperhatikan bahwa mitos adalah suatu sistem komunikasi, yakni suatu
pesan (message). Tetapi mitos tidak didefinisikan oleh objek pesan melainkan
dengan cara menuturkan pesan tersebut, misalnya dalam mitos, bukan hanya
menjelaskan tentang objek pohon secara kasat mata, tetapi yang penting adalah
cara menuturkan tentang pohon tersebut. Apa saja bisa dikatakan sebagai mitos
selama diutarakan dalam bentuk wacana/diskursus. Artinya, orang menuturkan
tentang pohon dapat dibuat dalam berbagai macam versi. Pohon yang diutarakan
oleh kelompok lingkungan bukan saja sebagai objek tetapi pohon mempunyai makna
luas, psikologi, sakral, pelestarian dan seterusnya. Dalam arti pohon
diadaptasi untuk suatu jenis konsumen, dengan kerangka literatur yang mendukung
dan imaji-imaji tertentu yang difungsikan untuk keperluan sosial (social usage)
yang ditambahkan pada objek murni.
Pengertian mitos dalam konteks mitologi-mitologi
lama mempunyai pengertian suatu bentukan dari masyarakat yang berorientasi pada
masa lalu atau dari bentukan sejarah yang bersifat statis, kekal. Mitos dalam
pengertian lama identik sejarah/histori, bentukan masyarakat pada masanya.
Menurut Roland Barthes tuturan mitologis bukan
saja berbentuk tuturan oral, tetapi tuturan itu dapat berbentuk tulisan,
fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, iklan, lukisan. Mitos
pada dasarnya adalah semua yang mempunyai modus representasi. Paparan contoh di
atas mempunyai arti (meaning) yang belum tentu bisa ditangkap secara langsung,
misalnya untuk menangkap arti atau meaning sebuah lukisan diperlukan
interpretasi. Tuturan mitologis dibuat untuk komunikasi dan mempunyai suatu
proses signifikasi sehingga dapat diterima oleh akal. Dalam hal ini mitos tidak
dapat dikatakan hanya sebagai suatu objek, konsep, atau ide yang stagnan tetapi
sebagai suatu modus signifikasi. Dengan demikian maka mitos tergolong dalam
suatu bidang pengetahuan ilmiah, yakni semiologi.
4.1 Mitos Sebagai Sistem Semiologi
Semiologi berasal dari kata semion yang berarti
tanda. Semiologi tidak berurusan dengan isi melainkan dengan bentuk yang
membuat suara, imaji, gerak, dan seterusnya yang berfungsi sebagai tanda.
Mitologi terdiri dari semiologi dan ideologi. Semiologi sebagai formal science
dan ideologi sebagai historical science. Mitologi mempelajari tentang ide-ide
dalam suatu bentuk. “Barthes,1999:182”
Mitos yang berurusan dengan semiologi telah
berkaitan dengan dua istilah, yakni penanda signifier (significant) dan petanda
signified (signife), dan kemudian bertautan lagi dengan istilah sign (tanda).
Misalnya satu karangan bunga menandakan cinta. Dalam hal ini berarti tidak
hanya berurusan dengan signifier dan signified, bunga dan cinta, karena dalam
tahap analisis terdapat tiga istilah, bunga yang menandakan cinta adalah
sebagai tanda (sign).
Dalam hal ini signifier adalah suatu konsep bahasa
(bunga), signified adalah gambaran dari
mental bunga, dan sign merupakan hubungan antara konsep dan gambaran mental
yang melahirkan suatu arti, yakni: cinta. Jika hal tersebut diterapkan pada
contoh psikis (Freud), bahwa psikis manusia adalah representasi. Misalnya, di
satu pihak terdapat tingkah laku seseorang yang telah dipengaruhi oleh
mimpi-mimpinya, di lain pihak terdapat sign yang mengartikan kejanggalan tingkah laku orang tersebut,
kesalahan-kesalahan tuturannya atau hubungan keluarganya. Berkaitan dengan contoh
tersebut Barthes cenderung memisahkan ketiga istilah signifier, signified, dan
sign sebagaimana tampak pada bagan berikut:
1 .
Signifier (Penanda)
|
2. Signified (Petanda)
|
3. Sign
(Tanda)
|
Di dalam mitos kita menemukan ketiga pola di atas,
yakni signifier, signified, dan sign, tetapi mitos mempunyai sistem yang lebih
unik karena sistem semiologisnya dikonstruksi dari sistem semiologis
sebelumnya, yakni sign atau tanda.
Di dalam mitos terdapat dua sistem semiologi.
Pertama kita melihat bahasanya atau modus representasinya seperti fotografi,
lukisan, poster, ritual atau objek lainnya yang disebut dengan objek bahasa
atau meta-language, karena bahasa mitos merupakan bahasa kedua, dari
pembicaraan bahasa pertamanya. Ketika seorang semiolog mulai merefleksikan
meta-laguange, yang paling diperlukan adalah tanda global atau sign, ia tidak
lagi membutuhkan komposisi bahasa, dan
tidak memerlukan skema linguistik.
Signifier dari mitos sekaligus merupakan meaning
dan form. Meaning dapat diperoleh dengan
cara menangkap lewat indera, tidak seperti signifier linguistik melalui mental, signifier mitos
menangkap realitas sensoris.
Konsep yang didapat bukan suatu abstraksi dari
signifier tetapi ia sama sekali tidak berbentuk. Konsep adalah elemen yang
mengkonsitusikan mitos dan bila kita ingin menguraikan mitos, kita harus dapat
menemukan konsep mitos tersebut.
Untuk mengetahui atau mendeteksi mitos dapat
dengan cara mengetahui karakter-karakter mitos seperti yang dikatakan Barthes
sebagai berikut :
a.
Tautologi :
Suatu pendefinisian dari suatu pernyataan yang
tidak dapat diperdebatkan lagi, misalnya : “karena dari sananya sudah begitu”
isi dari pernyataan tersebut telah direduksi menjadi penampilan. Sebagai contoh
lain adanya suatu pernyataan-pernyataan hampa seperti “ Midnight’s Summer Dream
adalah karya Shakespere“ tidak mengatakan apa-apa tetapi mengandung implikasi
lainnya seperti prestise karena dalam
pernyataan itu terdapat nama Shakespere.
b.
Identifikasi: perbedaan, keunikan direduksi menjadi satu
identitas fundamental.
Misalnya: “semua agama adalah sama” atau sama
sekali diasingkan dibuat agar tidak dimengerti.
BAB III
METODE
1. METODE OBSERVASI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan metode observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana
peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104).
Metode observasi sering kali diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada
subyek penelitian. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap
obyek. Adapun kriteria yang hendak diperhatikan oleh observeser antara lain:
1.
Memliki pengetahuan yang cukup terhadap obyek yang hendak
diteliti.
2.
Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang
dilaksanakannya.
3.
Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat
data.
4.
Penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati.
5.
Pengamatan dan pencatatan harus dilaksanakan secara cermat
dan kritis.
6.
Pencatatan setiap gejala harus dilaksanakan secara terpisah
agar tidak saling mempengaruhi.
7.
Pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara
mencatat hasil observasi.
Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk
melihat dan mengamati perubahan fenomena–fenomena social yang tumbuh dan
berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut,
bagi pelaksana observaser untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu
memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. (Margono,
2007:159).
1)
Subyek Penelitian
peristiwa pengambilan sampel dari populasi objek penelitian adalah masyarakat Desa Citaman,
Kecamatan Nagreg, Kab. Bandung yang mengetaui tentang adanya kerajaan kendan.
Dalam hal ini orang yang sangat berpengaruh di kampung kendan adalah Wa Ikim
sebagai Juru kunci Kampung kerajaan
Kendan.
2)
Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah dalam observasi ini diawali dengan
mendatangi kampung nagreg lalu bertamu dengan
Wa Ikim dirumahnya yang terletak kurang lebih 2km dari bukit kerajaan
kendan. Setelah bertemu dengan belieu (Wa Ikim) dan mewawancarinya, peneliti
dan Wa Ikim (Juru Kunci kerajaan Kendan) melakukan perjalanan ke bukit nagreg
untuk melakukan wawancara lebih jauh dan mengambil dokumentasi sebagai bukti
penelitiaan.
3)
Instrumen Penelitian
Instrument-instrument yang digunakan sebagai berikut :
a.
Bagaimana
awal munculnya sejarah keberadaan kerajaan kendan di Desa Citaman, Kecamatan Nagreg, Kab. Bandung?
b.
Apakah
kerajaan kendan mempunyai hubungan khusus dengan kerajaan-kerajaan besar di
indonesia?
c.
Bagaimana
renspon masyarakat Desa Citaman, Kecamatan
Nagreg, Kab. Bandung pertama kali mendengar adanya keberajaan kendan?
d.
Langkah-lamgkah
komunikasi seperti apa sehingga masyarakat dapat mempercayai adanya kerajaan
kendan?
e.
Adakah
ritual khusus yang dilakukan mengenai adanya kerajaan kendan?
f.
Apakah
ritual tersebut adalah praktek musrik?
g.
Dalam pelaksanaan tradisi ritual mengangui
leluhur kerajaan kendan, sepeeti apakah respon masyarakat?
h.
Seperti
apakah tradisi ritual yang dilakukan?
i.
Apakah
tradisi ritual yang dilakukan termasuk ke dalam golongan mitos?
5) Teknik analisis data
setelah semua
data di dapatkan dan dikumpulkan, kemudian data tersebut di analisis sesuai
dengan teori semiotika pemikiran Roland Barthes mengenai sebuah mitos. langkah
awal untuk menganalisis data tersebut melihat dari awal munculnya sejarah
hingga mengapa tradisi tersebut masih dipercaya masyarakat kampung nagreg.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1.
Mimpi Wa Ikim
(Juru kunci Kampung Kendan)
Dahulu kala pernah berdiri kerajaan Kendan.
Sebagai bukti, ia memiliki bongkahan logam mirip mahkota yang diduga pernah
dipakai oleh Raja Kendan keturunan keempat, Wretikandayun.
Awalnya Wa Ikim mendapat bisikan gaib kemudian isi
dari bisikan ghaib tersebut seakan memberikan perintah kepada Wa Ikim untuk
pergi ke suatu tempat lalu disuruh menggali sebuah logam yang ditumpuki
batu-batu kecil dan besar.
Selain memiliki logam yang diduga mahkota, beliau
juga mendapatkan belati dengan corak gambar naga serta keris kecil. Belati
bercorak naga emas tersebut didapat langsung dari sosok gaib yang datang begitu
saja menyerahkan belati itu. Sementara keris kecil didapatkan dari leluhur.
Selanjutnya tiga pusaka tersebut merupakan peninggalan
Kerajaan Kendan yang berdiri antara abad ke 7 atau 8.
2.
Diduga adanya Makam Resiguru Manikmaya dan Dewi Tirtakencana
Wa Ikim juga meyakni bahwa di Gunung Sanghyang
Anjung, tak jauh dari Nagreg, terdapat dua makam yang diyakini makam dari
Resiguru Manikmaya dan Dewi Tirtakencana.
3.
Hasil penemuan
Arca Manik, Arca Durga, Pusaka Naga Sastra, Naskah berbahasa Sansekerta
yang disimpan di Museum Nasional Pusat Jakarta diduga peninggalan kerajaan
kendan. Dan Candi Cangkuang di desa Bojong Mente, Cicalengka, Garut, Jawa Barat
diduga jalur lintas raja kerajaan kendan.
4.
Batu Cadas Pangeran
Batu Cadas Pangeran di Nagreg Jawa Barat. Adalah Wilayah
kekuasaan Kerajaan Kendan atau Kerajaan
Kelang.
5.
Batu-batu besar di Perbukitan Citaman Nagreg.
Adalah bekas Komplek Keraton Baleeh Gedeh untuk Pertemuan dan Baleeh Bubut untuk kediaman Raja sudah
tidak ditemukan lagi karena Rumah Panggung tersebut terbuat dari Kayu dan sudah
lapuk termakan usia jaman tetapi masih mempunyai bekas bangunannya.
NARASUMBER : Wa Ikim (Juru kunci Kampung Kendan)
B. PEMBAHASAN
Menurut Roland Barthes, Mitos terletak pada tingkat kedua
penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda
tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan
membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos.
a.
Denotasi
: keberadaan kerajaan kendan
Kerajaan Kendan merupakan sebuah kerajaan yang memerdekakan dirinya
dari Kerajaan Tarumanagara, kerajaan tertua di Nusantara, di abad ke-6 M.
b.
Konotasi
: Mitos-mitos yang beredar di masyarakat setempat
Kepercayaan tentang adanya kerajaan kerajaan kendan beral dari
mimpi seseorang dan dibuktikan dengan beberapa temuan barang peninggalan yang
diduga barang peninggalan kerajaan kendan. Hasil penemuan tersebut seperti Arca
Manik, Arca Durga, Pusaka Naga Sastra, Naskah berbahasa Sansekerta, Candi
Cangkuang, mahkota, belati naga serta keris
kecil.
Beberapa penemuan diatas telah menjadi kepercayaan masyarakat
tentang kekuatan ghaibnya. Bentuk ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat
desa kendan seperti :
1. Ziarah ke makam Resiguru Manikmaya yang terletak di bukit kendan
2. dalam praktek ritualnya, kekuatan ghaib yang biasa diminta oleh
si penziarah tersebut.
3. Tidak diperbolehkan mengambil apapun di area makam raja Resiguru
Manikmaya.
4. Memasuki kawasan makam Rasiguru Manikmaya, tidak berbicara
dengan nada tingga dan dianjurkan berbahasa kasar.
5. Setiap malam jum’at masyaarakat yang percaya akan kebedaraan
kerajaan kendan selalu mengerjakan wiridan guna meminta perlindungan dari
kejayaan dan kekuatan kerajaan kendan nagreg.
Analisis
Data :
·
Kata
“kerajaan kendan nagreg” adalah makna Denotasi (makna sebenarnya) yakni kerajaan
yang diyakini dengan kekutan leluhur karena terdapat penemuan-penemuan unik
yang diduga peninggalan kerajaan kendan nagreg
·
Makna
Konotasi yang muncul ialah mitos-mitos. jika dihubungkan dengan sejarah adanya kerajaan-kerajaan
dan keturuan raja-raja di kerajaan kendan tersebut, maka akan diketahui sebab
munculnya mitos-mitos tersebut.
Untuk mengaitkan mitos-mitos tersebut dengan teori Roland Barthes
peneliti mencoba meguraikan mitos-mitos tersebut.
·
Karena
ritual yang sering lakukan masyarakat didaerah kampung kendan karena mengharap
kekuatan dan kemulian para leluhur yang dinobatkan sebagai pimpinan-pimpinan
kerajaan kendan maka muncullah mitos tentang keyakinan tersebut.
·
Dibalik
mitos-mitos tersebut, ada beberapa hal pelajaran yang dapat diambil seperti:
-
Mempercayai
sejarah masa lalu yang dianggap hidup sampai ssekarang, tidak hanya dibuktikan
dengan kepercayaan karena keyakinan tetapi harus dibuktikan dengan
penemuakan-penemuan yang jelas walaupun kadang tidak bisa dibenarkan oleh
cernaan akal manusia secara rasional.
-
Menyakini
kekuatan para leluhur diperbolehkan tetapi tidak boleh mengimani karena hal
semacam itu adalah musryik
BAB
V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kerajaan Kendan adalah sebuah kerajaan yang memerdekakan dirinya
dari Kerajaan Tarumanagara, kerajaan tertua di Nusantara, di abad ke-6 M.
Kerajaan Kendan dipimpin oleh seorang raja, Resiguru Manikmaya, yang berasal
dari keluarga Calankayana di India Selatan. Resiguru Manikmaya membawa dan
menyebarkan ajaran Hindu di Jawa, dan atas pengabdiannya di Kerajaan
Tarumanagara. Resiguru Manikmaya dinikahkan dengan Tirta Kancana (anak dari
Raja Tarumanagara pada saat itu) dan diberikan kekuasaan di daerah yang menjadi
wilayah Kerajaan Kendan.
Awal mula munculnya keberadaan kerjaan kendan datang dari mimpi
seoarang kakek tua yang sekarang dinobatkan sebagai Juru Kunci kerajaan Nagreg
yaitu Wa Ikim, lalu beliu membuktikan isi mimpinya tersebut dengan menggali
sebuah bukit yang saat ini dianggap istana atau tempat isterahat Raja Resiguru
dengan menemukan kepingan emas, mahkota, belati naga dan keris kecil.
Berdasarkan penemuan Wa Ikim, mampu memberikan kepercayaan kepada
seluruh masyarakat di desan kendan negrag tentang adanya keberadaan kerajaan
tersebut.
Menurut analisis menggunakan teori mitos Roland Barthes, keberadaan
kerajaan kendan tersebut adalah mitos dengan ritual-ritualnya karena awal mula
munculnya kerajaan tersebut melalui mimpi dan dibuktikan dengan
penemuan-penemuan tanpa menghadirkan saksi sejarah.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti menyarankan kepada
masyarakat agar jangan gampang mempercayai mitos-mitos yang berkembang ditengah
masyarakat karena mitos sangat sulit dibuktikan kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI PENELITIAN
0 Response to "PENELITIAN || MELACAK MITOS TENTANG KEBERADAAN KERAJAAN KENDAN NAGREG"
Post a Comment