.googlezet{margin:15px auto;text-align:center}

Kajian Humanisme (Teori Abraham Maslow)

-- --

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Dalam Teori Humanistik, beberapa andaian telah dibuat. Antara andaian yang telah dibuat ialah manusia mempunyai keperluan dan keperluan asas. Sekiranya keperluan dan keperluan asas dipenuhi sepenuhnya maka secara langsung individu dapat memotivasikan individu sendiri keperingkat yang lebih tinggi yaitu mencapai tahap kesempurnaan diri. Maslow yang menyatakan bahwa jika keperluan psikologi tidak dipenuhi oleh individu maka jiwa seseorang tersebut akan terganggu dan tidak tenteram. Sepanjang proses pembelajaran, Teori Humanistik ini menekan kepada pelajar, berpusat kepada pelajar dan pelajar diibaratkan sebagai klien. Dalam keadaan ini, konsep ini sangat penting karena ia menceritakan tentang beberapa aspek yaitu dari segi nilai manusia, hak individu, tindakan diri dan harga diri dalam menentukan sesuatu tindakan yang diambil. Aliran humanistik muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang manusia. Teori belajar humanistik bertujuan bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Sebagaimana telah kita ketahui, yang menjadi pemimpin atau bapak spiritual dari psikologi humanistic itu adalah Abraham Maslow. Dalam bab ini, Maslow, dengan beberapa gagasannya yang utama, akan dihadirkan sebagai representasi dari teori kepribadian humanistik. Di samping karena kepemimpinannya. Maslow dihadirkan karena teorinya yang comprehensif. Dan sangat jelas mencerminkan orientasi humanistik memiliki pengaruh yang besar terhadap pemikiran modern mengenai tingkah laku manusia (Koeswara, E.1991:109).
Dalam hal ini, penulis akan membahas tentang Humanistik Menurut Abraham Maslow, Arthur combs dan Carl Rogers
B. Rumusan Masalah
1.      bagaimana mengetahui pengertian humanisme
2.      Siapa saja tokoh teori pembelajaran humanism
3.      Bagaimana aplikasi teori pembelajaran humanisme terhadap pembelajaran

C. Tujuan
1.      Mengetahui tujuan teori humanisme.
2.      Menjelaskan konsep dasar teori Abraham H.M, Arthur dan Carl
3.      Mengetahui implementasi teori humanism
4.      Mengetahui kepribadian humanism
5.      Mengetahui aplikasi teori kepribadian humanistik.



BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Humanistik
Selain teori belajar behavioristik dan toeri kognitif, teori belajar humanistik juga penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan si yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.

b. Adapun para penganut ahli humanistic yang dilibatkan dan dapat di jadikan perbandinga dalam makalah ini di antaranya :
1. Abraham H. Maslow
2. Arthur Combs
3. Carl Roger

A. Teori Humanistik Menurut Abraham H. Maslow
Teori humanistik (Yusuf, 2007:141) berkembang sekitar tahun 1950-an sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Karena itu ,walaupun dalam peneletian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagian-bagian dari jiwa ( psyche) manusia. Namun dalam penyimpulan nya ,manusia seperti ini dinamakan pandangan holistic ( whole = menyeluruh). Selain itu manusia juga harus di pandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan individualnya dan dari sudut pandang kemanusiaan nya itu sendiri. Karena itu psikologi harus masuk dalam topic-topik yang selama ini hamper tidak pernah diteliti oleh aliran-aliran behaviorisme dan psikoanaalisis , seperti cinta , kreativitas , pertumbuhan ,aktualisasi diri ,kemandirian , tanggung jawab , dan sebagainya. Pandangan seperti ini disebut pandangan humanistic ( human= manusia ). Abraham Maslow (Yusuf, 2007: 152). adalah seorang psikolog terkenal yang teman bekerja pada psikologi humanistik telah melihat ketenaran menyebar ke berbagai mata pelajaran kemanusiaan seperti geografi dan demografi. Ia terutama terkenal dengan Hierarchy-nya Kebutuhan. Teori Humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Teori Humanistik meliputi: Abraham Maslow (1908-1970) berpendapat manusia mempunyai naluri- naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
1. Kebutuhan fisik/biologis. 2. Kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan cinta.
4. Kebutuhan akan penghagaan dan harga diri.
5. Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri.
6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki.
Keempat Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Teori humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanalisis dan behavioristik). Kekuatan yang ketiga ini dinamakan humanistic karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai “orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya” (Yusuf, 2007:141) Abraham Harold Maslow (Feist & Gregory, 2008 : 242) lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York . Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari imigran Yahudi Rusia. Relatif tidak berpendidikan sendiri mereka melihat belajar sebagai kunci untuk anak-anak mereka berhasil di tanah air baru mereka. Dengan demikian semua anak-anak mereka didorong untuk belajar; Abraham anak tertua didorong sangat keras karena ia diakui sebagai seorang intelektual di usia muda. Para ahli psikologi humanistik mempunyai perhatian terhadap isu-isu penting tentang eksistensi manusia, seperti : cinta, kreativitas, kesendirian dan perkembangan diri. Mereka tidak meyakini bahwa manusia dapat mempelajari sesuatu tentang kondisi manusia melalui penelitian terhadap binatang. Para ahli humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat manusia (Yusuf, 2007:142). Mereka meyakini bahwa :
1. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.
2. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam   
    hal ini manusia bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan.
3. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional dan konflik.
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik menurut Maslow (Koeswara, E.1991:115), maka ajaran dasar psikologi yang akan dibahas antara lain :
1. Individu sebagai keseluruhan yang integral.
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian atau tingkah laku secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi menyeluruh.
2. Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Para jurubicara psikologi humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan. Bagi mereka manusia lebih dari sekedar hewan. Ini bertentangan dengan behaviorisme yang mengandalkan penyelidikan tingkah laku hewan dalam memahami tingkah laku manusia. Maslow dan para teoritis kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apapun. Maslow juga menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku karena hal itu mengabaikan ciri-ciri yang khas pada manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan dan sebagainya yang dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lain-lainnya.
3. Pembawaan baik manusia
Teori Freud secara implisit menganggap bahwa manusia pada dasarnya memiliki karakter jahat. Impuls-impuls manusia, apabila tidak dikendalikan, akan menjuruskan manusia kepada pembinasaan sesamanya, dan juga penghancuran dirinya sendiri. Sementara pandangan ini belum jelas ketetapannya, Freud menurut Maslow hanya memiliki sedikit kepercayaan tentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara pesimis tentang nasib manusia. Sebaliknya, psikologi
humanistic memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik atau tepatnya netral. Menurut prespektif humanistik kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
4. Potensi kreatif manusia.
Mengutamakan kreativitas manusia merupakan salah satu prinsip yang penting dari psikologi humanistik. Maslow dari studinya atas sejumlah orang tertentu, menemukan bahwa pada orang-orang yang ditelitinya itu terdapat satu ciri yang umum, yakni kreatif. Dari itu Maslow menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum yang ada pada manusia. Maslow yakin bahwa jika setiap manusia mempunyai atau menghuni lingkungan yang menunjang setiap orang dengan kreativitasnya maka akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Dan pada saat yang sama Maslow mengingatkan bahwa untuk menjadi kreatif orang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus. Menurut Maslow kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang mengarahka manusia kepada pengekspresian yang ada pada dirinya. Penekanan pada kesehatan psikologis. Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satupun pendekatan psikologis yang mempelajari manusia yang bertumpu pada fungsi- fungsi manusia berikut cara dan tujuan hidupnya yang sehat. Dalam hal ini Maslow terutama mengkritik Freud yang menurutnya terlalu mengutamakan studi atas orang-orang yang tidak sehat. Dengan tegas Maslow menyebut teori psikoanalisa ortodoks sebagai teori yang berat sebelah dan kurang komperhensif karena hanya berlandaskan pada bagian yang abnormal dari tingkah laku manusia. Maslow juga merasa bahwa psikologi terlalu menekankan pada sisi negative manusia dan mengabaikan kekuatan atau sifat-sifat yang positif. Maslow yakin bahwa kita tidak akan bisa memahami gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental. Karena itu Maslow mendesakkan perlunya studi atas orang- orang yang berjiwa sehat sebagai landasan bagi pengembangan psikologi yang universal.

1. Hierarki Kebutuhan Bertingkat
Menurut Maslow Maslow (Koeswara E, 1991: 118) melukiskan manusia merupakan makhluk yang tidak pernah sepenuhnya merasakan kepuasan. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lain akan muncul dan menuntut pemuasan, begitu seterusnya. Itulah yang dimaksud kepuasan sementara menurut Maslow. Dan berdasarkan ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang ada pada manusia adalah merupakan bawaan tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Konsep maslow tentang hierarki kebutuhan bahwa kebutuhan yang lebih rendah tingkatnya harus dipuaskan atau minimal terpenuhi secara relatif sebelum kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya menjadi motivator tindakan. Lima kebutuhan yang membentuk hierarki kebutuhan ini merupakan kebutuhan- kebutuhan konatif, artinya bercirikan daya juang atau motivasi. Kebutuhan ini sering disebut dengan kebutuhan-kebutuhan dasar, dapat disusun dalam sebuah hierarki atau tangga jenjang, dimana setiap anak tangga selalu mengarah pada anak tangga yang ada di atasnya, mencerminkan adanya dorongan menuju kebutuhan di tingkatan lebih tinggi sekaligus menjadi syarat utama untuk bisa bertahan hidup lebih jauh. Menurut Maslow (Koeswara E, 1991:119) kebutuhan manusia itu ada lima tingkatan yaitu :
1.1       Kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis itu antara lain kebutuhan akan makanan, air, udara, aktif, istirahat, keseimbangan temperature, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris. Karena merupakan kebutuhan yang paling mendesak maka kebutuhan-kebutuhan fisiologis akan paling didahulukan pemuasannya oleh individu.
1.2       Kebutuhan akan rasa aman.
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan maka dalam diri individu akan muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yakni kebutuhan akan rasa aman. Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungan. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan akan rasa aman ini sangat nyata dan bisa diamati pada bayi, anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua karena ketidakberdayaan mereka.
1.3       Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki.
Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun lingkungan di masyarakat. Bagi individu-individu keanggotaan dalam anggota kelompok sering menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita kesepian, terasing dan tak berdaya apabila keluarga, teman dan pasangan hidup atau pacar meninggalkannya.
1.4       Kebutuhan akan rasa harga diri.
Kebutuhan keempat yaitu kebutuhan akan rasa harga diri oleh Maslow dibagi menjadi dua bagian yakni yang pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kemadirian, dan kebebasan. Individu ingin mengetahui yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. Adapun bagian kedua meliputi antara lain prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
1.5       Kebutuhan akan aktualisasi diri.
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul setelah kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpenuhi atau terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan aka aktualisasi diri sebagai hasrat indivdu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau hasrat individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya. Siapapun yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri berarti menjadi manusia seutuhnya, sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bagi orang lain hanya terlihat samar-samar atau bahkan tidak pernah dilihatnya sama sekali. Sebagai tambahan bagi lima kebutuhan konatif ini, Maslow (Feist dan Gregory, 2008 : 247) juga mengidentifikasikan tiga kebutuhan dari kategori yang lain yaitu : kebutuhan estetis, kebutuhan kognitif, dan kebutuhan neurotik.
a.         Kebutuhan estetis Tidak seperti kebutuhan konatif,
kebutuhan estetis tidak bersifat universal, karena hanya segelintir orang disetiap budaya termotivasi oleh kebutuhan akan keindahan dan pengalaman-pangalaman yang menyenangkan secara estetis. Orang dengan kebutuhan estetis kuat menginginkan lingkungan sekeliling yang indah dan teratur, dan jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi , mereka akan menjadi sakit karena kebutuhan konatifnya terhambat.
b.         Kebutuhan kognitif
Sebagian besar orang memiliki keinginan-keinginan untuk mengetahui sesuatu, memecahkan misteri, memahami sesuatu, dan ingin menyelidiki sesuatu. Maslow (1970) menyebut keinginan-keinginan ini dengan sebutan kebutuhan kognitif. Maslow (1968, 1970), percaya bahwa pribadi yang sehat ingin tahu lebih banyak, berteori sesuatu, menguji hipotesis, memecahkan misteri atau menemukan bagaimana sesuatu bekerja hanya demi kepuasan mengetahui itu saja.
c.         Kebutuhan Neurotik
Khusus kebutuhan-kebutuhan neurotik, dia mengarah hanya kepada stagnasi dan patologi tertentu ( Maslow,1976). Menurut devinisinya kebutuhan neorotik bersifat non produktif. Kebutuhan ini hanya mendesakkan terus menerus gaya hidup tidak sehat dan tanpa nilai dalam perjuangan mereka untuk aktualisasi diri.

2. Kepribadian Yang Sehat
Menurut Maslow Maslow (Yusuf, 2007:161) berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self-actualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan nama metamotivation, meta-needs, B- motivation atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan dirinya dirinya tidak termotivasi untuk mengejar sesuatu (tujuan) yang khusus, mereduksi ketegangan, atau memuaskan suatu kekurangan. Mereka secara menyeluruh tujuannya akan memperkaya, memperluas kehidupannya dan mengurangi ketegangan melalui bermacam- macam pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk mengembangkan potensinya secara maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya. Dia juga berada dalam keadaan yang menjadi baik yaitu spontan, alami, dan senang mengekspresikan potensinya secara penuh. Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia namai D-motivation atau deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi rasa lapar. Ini berarti bahwa kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan yang khusus (makanan) menghasilkan motivasi untuk memperoleh sesuatu dirasakannya kurang (mencari makanan). Motif ini tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, tetapi juga rasa aman, cinta kasih, dan penghargaan. Terkait dengan metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam memuaskan akan berdampak kurang baik individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan kebutuhan yang lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perkembangannya. Metapalogi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, dan depresi. Individu tidak mampu mengidentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha untuk mengatasinya


3. Aplikasi Teori Kepribadian Humanistik
Teori kepribadian humanistic (Koeswara E, 1991: 133) merupakan teori yang menekankan pada kualitas manusia yang unik dan mempunyai potensi untuk mengembangkan dirinya. Teori ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, bahwa manusia itu pada dasarnya mempunyai sifat yang beragam dan berbagai pemikiran yang berbeda. Dan pada dasarnya manusia juga mempunyai potensi untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing- masing individu. Menurut Maslow kebutuhan manusia itu dibagi menjadi lima tingkatan. Pada hakikatnya manusia memang memiliki banyak keinginan-keinginan yang muncul dari dalam diri individu maupun dari lingkungan sekitarnya. Karena itu, hal tersebut dapat memacu individu agar berusaha mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut. Supaya kebutuhan-kebutuhan tersebut tercapai maka individu tersebut membutuhkan lingkungan atau orang lain. Hendaknya konselor dapat memposisikan dirinya agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh kliennya. Kepribadian yang sehat itu terbentuk setelah individu dapat mengaktualisasikan dirinya seutuhnya. Dalam proses bimbingan hendaknya konselor dapat membantu kliennya agar menjadi pribadi yang sehat serta dapat mencapai keinginan yang ada dalam individu tersebut, serta menggali potensi- potensinya

B. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),  teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
·         Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
·         Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
1. Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1.1 Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
·         mahkluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
·         Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
·         Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
1.2 Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.


1.3 Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.

Diri dibagi atas 2 subsistem :
Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
·         Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
·         Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
·         Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
Kebutuhan
·         Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
·         Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
·         Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
·         Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
1.4 Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
·         ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
·         Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
·         Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah  penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.

2. Dinamika Kepribadian
2.1 Penerimaan Positif (Positive Regard)
Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif  kepada orang lain.
 2.2 Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence)
Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
  2.3 Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).

3. Perkembangan Kepribadian
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi    sepenuhnya:
3.1       Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.

3.2       Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.

3.3       Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
3.4       Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.

3.5       Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.


1.      Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pendidikan
Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.
·         Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
·         Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
·         Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1.         Merespon perasaan siswa
2.         Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.         Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.         Menghargai siswa
5.         Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.         Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7.         Tersenyum pada siswa


C. Teori Humanistik Menurut Arthur Combs
1. Tujuan teori humanistic
Teori belajar humanistik berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya. Salah satu tokoh yang ikut menyumbangkan pemikirannya dalam teori ini adalah Arthur Combs. Ia bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka tidak mau dan terpaksa serta merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Arthur Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti 2 lingkaran yang bertitik pusat satu:
·         Lingkaran kecil
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar.
·         Lingkaran besar
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.
Arthur Combs menjelaskan untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan orang lain. Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang dunianya. Combs menyatakan bahwa tingkah laku menyimpang adalah “akibat yang tidak ingin dilakukan, tetapi dia tahu bahwa dia harus melakukan”.
Seorang pendidik dapat memahami perilaku peserta didik jika ia mengetahui bagaimana peserta didik memersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang kelihatannya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang lain. Dalam proses pembelajaran, menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik memperoleh informasi baru, informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam proses pembelajaran bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Meaning lah yang ditekankan dalam teori Arthur Combs ini. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Di sini guru harus peka terhadap siswanya. Kemudian guru dituntut untuk mampu memotivasi dan memberikan atau bahkan mengubah pandangan siswanya bahwa suatu pelajaran itu, yang semisal tidak disenangi siswa, akan memberikan manfaat untuknya kelak. Dengan begitu diharapkan pada diri siswa akan muncul dorongan instrinsik untuk belajar. Siswa bersedia belajar karena kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Ia pun akan menjadi siswa yang orientasinya tidak hanya sekedar pada nilai (skor) tetapi lebih kepada ilmu pengetahuannya. Ia akan mampu memahami materi suatu pelajaran secara baik dan mendalam.
Karena meaning yang ditekankan dalam teori Arthur Combs, maka ini akan menjadi sulit untuk diterapkan dalam semua jenjang pendidikan. Untuk jenjang SD misalnya, akan sulit untuk diberi pandangan mengenai kebermanfaatan dari suatu pelajaran yang tidak disukainya. Ini akan lebih mudah untuk diterapkan di jenjang sekolah menengah (terutama SMA) karena siswa pada jenjang ini telah mampu untuk berpikir ke depan. Siwa tingkat sekolah menengah telah mampu untuk memahami isi suatu materi pelajaran, sedangkan tingkat SD cenderung dengan model hafalan dan belum mampu memahami isi secara mendalam.
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, (misal untuk pembelajaran Pendidikan Karakter) dan analisis terhadap fenomena sosial (misal Sosiologi).
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajar daripada hasil belajarnya. Karena lebih menitikberatkan pada prosesnya, maka siswa akan mampu memahami secara mendalam tentang materi yang ia peroleh dari suatu pembelajaran. Artinya, ia akan benar-benar mendapatkan ilmunya, orientasi utamanya adalah ilmu pengetahuan dan bukan hanya sekedar nilai.

2. Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
            Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

3. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.      Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

4. Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentar ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.



BAB IV
PENUTUP
A.Simpulan
Teori humanistik berkembang sekitar tahun 1950-an sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori humanistic dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanalisis dan behavioristik). Kekuatan yang ketiga ini dinamakan humanistic karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai “orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya”. Menurut Maslow kepribadian manusia itu ditandai dengan terpenuhinya lima kebutuhan manusia yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan memiliki, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. B. Saran Setelah mempelajari teori kepribadian humanistic ini, diharapkan agar supaya mahasiswa dapan mengetahui dan memahami masalah-masalah yang kami bahas dalam makalah ini. Seperti kebutuhan-kebutuhan manusia dan kepribadian humanistik menurut beberapa ahli. Tidak hanya memahami, sebagai seorang calon konselor hendaknya mampu menerapkan atau mengaplikasikan dalam proses kehidupan pribadi konselor serta pada kliennya.

B. Saran
Pendidik harus bisa mendorong peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri bukan karena suatu paksaan, pendidik juga harus memahami jalan pikiran  peserta didik dan menerima apa adanya. Pendidik harus mampu mendorong  peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.



DAFTAR PUSTAKA
Azizherwit. 2012. Teori kepribadian humanistik Abraham Maslow. [Online]. http://azizherwitselalu.blogspot.com/2012/11/teori-kepribadian- humanistik-Abraham.html. Diakses pada tanggal 25 April 2015, 07.20 Am. Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Immochacha. 2013. Teori humanistik Abraham Maslow. [Online]. http://www.slideshare.net/immochacha/teori-humanistik-a. Diakses pada tanggal 25 April 2015, 06.18 Am. Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresco Yusuf, Syamsu. 2007. Teori Kepribadian. Bandung : Rosda Karya

0 Response to "Kajian Humanisme (Teori Abraham Maslow)"