.googlezet{margin:15px auto;text-align:center}

KELOMPOK GERAM TANI NTT DIANIAYA OLEH OKNUM APARAT KEPOLISIAN DI TENGAH AKSI HARI TANI

-- --
KELOMPOK GERAM TANI NTT DIANIAYA OLEH OKNUM  APARAT KEPOLISIAN DI TENGAH AKSI HARI TANI

Hari tani yang diperingati pada tanggal 24 september setiap tahunnya, merupakan peringatan bagi seluruh rakyat tertindas dan terhisap di seluruh Indonesia. Pada 60 tahun yang lalu merupakan sejarah penting di Indonesia yang mana ditetapkannya undang - undang nomor 5 tahun 1960 atau yang dikenal pokok - pokok agraria (UUPA 1960). Hal ini lahir sebagai upaya merestrukturisasi ketimpangan lahan yang dikuasai oleh segelintir orang atau kaum kolonalis pada waktu itu, stuktur agraria warisan kolonialisme di masa awal revolusi kemerdekaan menjadi problem pokok yang membelenggu kaum tani Indonesia. Penguasaan tanah didominasi oleh korporasi besar. Pemerintah Soekarno berupaya merombak kepemilikan tanah melalui penetapan undang-undang pokok Agraria nomor 5 tahun 1960. Hal ini menujukan dengan jelas bahwa upaya pemerataan struktur penguasaan tanah dapat mengangkat harkat kaum tani untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama. 


KELOMPOK GERAM TANI NTT DIANIAYA OLEH OKNUM  APARAT KEPOLISIAN DI TENGAH AKSI HARI TANI

Pasca terpilihnya Jokowi menjadi Presiden, melalui pidato kenegaraannya, rezim Jokowi melegitimasi beberapa kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat, salah satunya melalui rancangan undang-undang Omnibus Law. Rancangan Undang-Undang Omnibus Law merupakan paket kebijakan rezim Jokowi-Amin, yang semakin memberikan kemudahan bagi investasi asing untuk masuk dan beroprasi di Indonesia. Dengan perizinan yang semakin dipermudah berdampak terhadap perampasan lahan secara sepihak dan semakin masif terjadi di Indonesia. Jika rancangan undang-undang Omnibus Law sampai disahkan maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tertindas. Dalam sektor agraria misalnya, posisi kaum petani dan masyarakat adat akan semakin mengalami ketimpangan sosial. Perampasan lahan masyarakat untuk kepentingan investasi di tambah Hak Guna Usaha ( HGU ) untuk investor yang di tetapkan selama 90 tahun, akan menambah panjang daftar konflik agraria di Indonesia. Dalam catatan Korsosium Pembaruan Agraria ( KPA), di tahun 2019 terjadi sebanyak 279 letusan konflik agraria dengan luas 734.239,3 hektar yang berdampak pada 109.042 KK . Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, selama periode kepemimpinan jokowi terjadi 2.047 kasus konflik agraria mencakup sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pesisir pulau-pulau kecil, pertanian, infrastruktur dan property.

Omnibus Law adalah produk yang menjamin dan melindungi kepentingan kapitalis monopoli asing, mengakomodir investasi asing masuk ke Indonesia dengan berbagai kemudahan deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum kepastian dan kemudahan berusaha bagi para kapitalis yang kemudian merampas hak buruh dan petani. Kebijakan rezim jokowi yang akan semakin memberikan kemudahan bagi investasi asing milik imperialis dengan memangkas aturan yang menghambat dan menerbitkan omnibus law sebagai solusi, namun Indonesia akan semakin mempertahankan statusnya sebagai Negara bagian ketiga yang bergantung pada investasi dan hutang luar negeri, penghasil bahan mentah pertanian dan pertambangan untuk diekspor, sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan cara impor. Tidak cukup dengan mempertahankan kebijakan upah murah melalui aruran yang sudah ada dan lebih menghisap rakyat lebih dalam lagi. Kelimpahan pengangguran dipelihara sehingga kapitalis monopoli dapat mengeruk profit dan melakukan perampasan produk lebih (surplus produk) dari kaum tani di pedesaan, termasuk didalamnya system ketenagakerjaan, impor, hingga pengadaan lahan. Upah diatur hanya sebatas untuk menjaga kestabilan pasar komoditi yang terus mengalami over produksi, sedangkan harga pemenuhan kebutuhan hidup buruh terus meningkat Karena kran impor dan permainan harga, ini yang menyebabkan eksploitasi terhadap upah buruh semakin berlipat. Dengan adanya RUU cipta kerja atau omnibus law, maka control kapitalisme monopoli semakin menentukan orientasi pembangunan ke selurh aspek kehidupan. Melalui campur tangan pemerintah, imperialis akan terus mengontrol masalah agraria, ketenagakerjaan, migrasi, pendidikan, kesehatan. Salah satu perhatian mereka adalah penyelamatan industri keuangan dan perbankan disaat produksi mengalami stagnasi dan kemunduran. 

Ancaman bagi kaum tani dan masyarakat diperdesaan jika RUU cipta kerja disahkan adalah semakin kuat dan insentifnya perampasan tanah dan pengokohan monopoli tanah dalam sitem pertanian terbelakang. Dominasi imperialisme di perdesaan tentu akan menghubungkan penetrasi kapitalnya hingga pelosok desa. Hal tersebut tentunya menguntungkan bagi konglomerat dan korporasi besar, namun merugikan kaum tani. Demi menyempurnakan program menjijikan bertajuk reforma agraria dan perhutanan social, pemerintah harus membuka lebar masuknya capital finansial yang semakin besar. Esensi program tersebut adalah sertivikasi dan redistribusi tanah terlantar dan bekas Hak Guna Usaha (HGU), pemerintah justru mendorong agar “menggadai” sertivikatnya untuk ditukar dengan kredit usaha. Dengan demikian sertivikat tersebut akan terancam melayang masuk ke brankas bank pemberi kredit, dengan penyederhanaan izin dan mempermudah investasi melalui RUU cipta kerja, maka penetrasi bisnis di sektor agraria akan semakin meluas .

Di NTT sendiri persoalan seperti yang di alami masyarakat (Besipae) yang tanahnya di rampas untuk kepentingan investasi, dan persoalan kepastian tanah bagi masyarakat WNI Eks Timor-Timor yang hingga hari ini belum di penuhi oleh pemerintah, ini adalah bukti bahwa pemerintah sebagai kaki tangan Investor tidak bisa menjamin kehidupan rakyatnya. 

Dalam sektor tenaga kerja juga terdapat beberapa regulasi yang tidak berpihak terhadap kelas pekerja. Kelas pekerja akan semakin terhisap tenaganya. Hal ini dapat di lihat dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus law yang memudahkan pengusaha melakukan PHK (pemutusan hak kerja) secara sepihak, sistem kerja kontrak atau outsorching yang semakin di perluas cakupannya, menghilangkan pesangon, tidak ada jaminan keselamatan kerja, fleksibilitas upah melalui aturan upah menurut jam kerja, waktu kerja yang semakin di perpanjang, serta cuti haid dan hamil yang tidak dilindungi bagi tenaga kerja perempuan. Selain itu mahasiswa yang juga merupakan buruh masa depan yang di persiapkan melalui sistem pendidikan, tidak luput dari bahaya Rancangan Undang-Undang ini.

Dari ulasan beberapa persoalan diatas, maka gerakan mahasiswa di Kota Kupang tergabung dalam aliansi Gerakan Rakyat Mahasiswa untuk Petani Miskin (Geram Tani) NTT yang terdiri dari LMND-DN Eksekutif Kota Kupang, AMP Kupang, Permmalbar dan Individu Pro Demokrasi melakukan aksi massa dalam peringatan Hari Tani Nasional dan Penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Aksi massa tersebut yang berdurasi kurang lebihnya 40 menit mendapat pembubaran paksa dari aparat kepolisian dengan dalil mencegah penularan Covid-19 dan tidak ada surat ijin melakukan aksi dari pihak kepolisian, padahal surat pemberitahuan aksi sudah di antar ke Polresta Kupang Kota dan bukti penerimaannya adalah Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). Tindakan pembubaran tersebut berujung pada represif, penangkapan, dan pengamanan paksa terhadap 13 orang massa aksi dan dibawa ke Polresta Kupang Kota untuk diamankan dan diinterogasi. Massa aksi yang mengalami tindakan kekerasan diantaranya:

Yosep, mengalami pukulan keras bertubi-tubi pada seluruh anggota tubuh dan disertai tendangan keras hingga mengakibatkan 2 gigi bagian atas patah dan berlumuran darah

Ayub, mengalami pukulan keras bertubi-tubi pada bagian perut, muka, dan lengan

Lastry, mengalami tendangan keras pada bagian perut, hingga sesak napas

Rian, mengalami pukulan keras disertai tendangan hingga mengakibatkan baju sobek dan lebam pada bagian muka. Sisa diantara beberapa massa aksi yang lain juga mengalami tindakan kekerasan yang sama, namun berhasil meloloskan diri.


(Link video aksi kekeresan oknum polisi)

https://www.instagram.com/p/CF3TBNapiJr/?igshid=1ss9npxlty7bu


Penangkapan terhadap gerakan kaum tertindas pada momentum Hari tani Nasional tersebut bukan saja terjadi di Kota Kupang, tetapi di kota-kota besar seperti Makasar terjadi penagkapan terhadap 29 orang massa aksi, Solo 9 orang massa aksi, Manado 1 orang massa aksi, dan Bengkulu 8 orang orang massa aksi, jadi total penangkapan massa aksi pada peringatan Hari Tani Nasional di berbagai kota di Indonesia adalah 60 orang. 

Berdasarkan tindakan represif diatas menunjukan bahwa dibawah kekuasaan pemerintahan Jokowi-Ma’aruf anti terhadap kritikan dari kaum tani, kaum buruh, kaum nelayan, kaum miskin kota, mahasiswa, pemuda, dan perempuan yang melakukan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga selalu saja mengedepankan aparatus militer untuk membungkam ruang demokrasi dan gerakan yang dibangun oleh rakyat tertindas untuk menyuarakan persoalan yang selama ini terjadi dan terdampak buruk untuk lini kehidupan kaum tertindas itu sendiri. Ketimpangan-ketimpangan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya semakin massif terjadi dan tidak mampu diselesaikan oleh Negara dan lebih mementingkan investasi agar bertumbuh subur dan menguras serta menguasai sumber daya alam Indonesia dibawah sistem ekonomi politik kapitalisme-imperialisme dan intervensi dari Negara-negara maju. Persoalan seperti inilah akan memunculkan kesadaran dari klas tertindas untuk membangun perjuangan massa dan barisan perlawanan. Disisi lain ditengah pandemic ini pemerintah lebih memberikan leluasa dan ruang bagi kandidat-kandidat yang maju dalam pilkada serentak untuk tetap melakukan kampanye politik borjuasi dibeberapa kabupaten di NTT seperti Malaka, Belu, TTU, Sabu Raijua dan beberapa kabupaten lainnya di Indonesia.

Oleh karena itu kami dari aliansi Gerakan Rakyat Mahasiswa untuk Petani Miskin (Geram Tani) NTT mengutuk dan mengecam keras tindakan aparat Kepolisian Resort Kupang Kota yang melakukan represifitas terhadap Gerakan Mahasiswa pada saat aksi peringatan Hari Tani Nasional.


Belajar Bersatu dan Berjuang Bersama Kaum Tertindas










0 Response to "KELOMPOK GERAM TANI NTT DIANIAYA OLEH OKNUM APARAT KEPOLISIAN DI TENGAH AKSI HARI TANI"